PM Canada Dan Komunitas Ahmadiyah Canada

Senin, 15 September 2008

Opini Publik

Ahmadiyah yang Dicerca dan Dipuja
Oleh :KH Ma'mur Noor

Seorang mubaligh di Jakarta yang dalam ceramahnya sering mencerca Ahmadiyah
(gerakan Islam yang dinilai sesat dan menyesatkan), suatu kali dalam satu
diskusi - yang membahas perkembangan sains di Dunia Islam - memuji-muji
almarhum Abdus Salam (1926-1996), pemenang Nobel Fisika tahun 1979. Sang da'i
yang anti-Ahmadiyah itu mengatakan dunia Islam benar-benar tertolong dengan
kehadiran Nobelis Abdus Salam sehingga perkembangan sains Islam yang sudah
terputus selama lima abad seakan hidup lagi.

Salam menjadi penerang sains Islam dan menjadi penggugah kaum muslimin untuk
kembali meraih kejayaan di bidang sains yang pernah digengamnya pada abad ke
ke-7 sampai ke-15.

Harian Republika, yang merupakan corong masyarakat Islam di Indonesia, sering
memuja Salam sebagai saintis Islam terbesar dan sebagai ilmuwan muslim pertama
yang mendapatkan hadiah nobel paling bergengsi di bidang fisika atom di tengah
terpuruknya sains Islam dalam lima abad terakhir.

Abdus Salam kelahiran Pakistan 29 Januari 1926 itu meraih gelar doktor fisika
dalam usia 26 tahun dari universitas di Inggris, Cambridge University. Dalam
waktu hanya lima tahun melakukan penelitian tentang gaya-gaya fundamental di
alam raya, penemuan Salam ternyata mendapat penghargaan Nobel.

Penemuannya dalam usia 31 tahun dianggap prestasi yang luar biasa. Salam dalam
penelitiannya berhasil menemukan fakta sesungguhnya semua gaya yang ada di
jagad raya - yaitu gaya gravitasi, elektromagnet, nuklir kuat, dan gaya nuklir
lemah hakikatnya merupakan satu kesatuan.

Keseimbangan Ciptaan Alah
Seperti ditulis Prof Ahmad Baiquni (alm), Salam melandaskan penelitian
fisikanya berdasarkan nash-nash Alqur'an, khususnya Surat Al-Mulk ayat 3 -
tentang keseimbangan ciptaan Alah. Ketika jenasahnya akan dimakamkan di
Pakistan, PM Benazir Ali Bhutto menganugerahkan penghargaan tertinggi kepada
Salam sebagai Putera dan pahlawan terbaik Pakistan. "Salam bukan sekadar
kebanggan Pakistan, tapi juga dunia,'' kata Benazir dalam pidato pemakaman
Salam.

Siapa sebenarnya Prof Dr Abdus Salam? Dia adalah pengikut Ahmadiyah Qodiani -
sebuah aliran yang oleh MUI dan mayoritas Islam di dunia - dianggap sesat dan
menyesatkan. Sebelum pemerintahan Benazir, Salam diusir dari Pakistan dan
dilarang menginjakkan kakinya di Tanah Suci Makkah. Semasa hidupnya Salam
sering jadi objek caci maki rakyat Pakistan dan Timur Tengah karena
ke-Ahmadiyah-annya.

Tapi di akhir hayatnya, - Salam justru dianggap Putra dan pahlawan Pakistan.
Seperti kebanggaan da'i di Jakarta, dan orang yang memaki-maki Salam kini
berbalik menjadi pemujanya yang fanatik. Dari gambaran itu, kita jadi aneh bila
melihat sahabat-sahabat kita di Bogor yang dengan membabi buta menghancurkan
kampus Ahmadiyah. Lebih ironis lagi, para penghancur ini sebagian mengaku orang
LPPI (Lembaga Penelitan dan Pengkajian Islam).

Bila dilihat namanya, LPPI mestinya lembaga kritis, berwawasan inklusif, dan
toleran akan perbedaan pendapat dalam Islam. Bukankah hadis Nabi sendiri
menyatakan perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat?

Tetap Membaca Syahadatain
Perbedaan paham antara Ahmadiyah dan Ahli Sunnah tak ada yang prinsipil. Jika
kaum Ahmadiyah mengaku ada nabi setelah Muhammad dan wahyu tetap diturunkan
kepada seorang nabi sampai sekarang, tidak prinsipil.
Kata nabi berasal dari kata naba'a - atinya pemberi kabar (dari langit).
Bukankah sampai hari ini pun banyak ulama atau kaum sufi yang karena kesucian
dan kezuhudannya sering mendapat berita langit? Lantas, nabikah dia?

Kaum Islam mayoritas mungkin menyebutnya wali atau ayatullah dalam Syiah!
Lagi-lagi, masalah ini sebenarnya tidak perlu menimbulkan fitnah dan
pengrusakan. Bukankah tokoh yang disebut-sebut nabi dalam Ahmadiyah Qodiani
masih tetap membaca Syahadatain, bahwa Tidak Ada Tuhan Kecuali Allah dan
Muhammad adalah Utusannya?

Perbedaan ketiga yang sebenarnya kurang prinsip adalah kata "khatamun
nabibyyin" - bahwa Muhammad adalah nabi yang sempurna. Para mufassir dan ulama
di Indonesia menterjemahkannya "Muhammad nabi yang sempurna" karena itu
Muhammad merupakan nabi terakhir.

Saudara kita di Ahmadiyah menerjemahkan khatamun nabiyyin nabi yang sempurna
tapi tidak yang terakhir. Menurut Ahmadiyah, masih ada nabi setelah Nabi
Muhammad, tapi tidak sesempurna Muhammad. Sejauh ini kaum Ahmadiyah tak pernah
berpendapat untuk menduakan Allah (musyrik) dan menolak Kerasulan Muhammad.

Karena itu, jauh lebih baik jika umat Islam mayoritas merangkul umat Islam
minoritas Ahmadiyah ketimbang menjadikannya musuh yang harus dihancurkan.
Apalagi peran kaum Ahmadiyah dalam menyebarkan Islam sangat besar. Sebagian
besar buku-buku Islam yang diterbitkan di Barat dan kemudian membawa orang
Barat simpati kepada Islam ditulis oleh orang Ahmadiyah.

Di berbagai wilayah di Indonesia - kecuali di Parung, Bogor - hubungan antara
muslim Ahmadiyah dan muslim mayoritas Indonesia (NU dan Muhammadiyah) baik-baik
saja.

Penulis adalah anggota
Komisi VIII DPR

http://www.freelists.org/archives/ppi/08-2005/msg00152.html


Tidak ada komentar:

Mau Lihat Pesawat Boeing Landing Di atas Mobil?